Rabu, 14 April 2021

BINUR DAN HUTAN PENYIHIR

Sebuah Dongeng

Di sebuah desa bernama desa Siririti, hiduplah seorang penyihir yang sangat jahat. Lokasi rumahnya berada di tengah hutan. Hutan tersebut memang agak luas dan tidak ada yang berani menebang pohon di hutan yang ditinggali si penyihir. Menurut mitos yang beredar pada masyarakat di sana, yang berani menebang pohon di hutan sekitar rumah si penyihir, akan dikutuk menjadi pohon seperti yang ada di hutan. Menurut masyarakat juga, itulah kenapa hutan di sekitar rumah penyihir itu sangat lebat padahal sekitarnya hanya ada rumput dan semak belukar yang tidak terlalu tinggi. Pohon-pohon lebat itu adalah wujud kutukan si penyihir pada orang-orang yang berani menebang pohon di sekitar rumah penyihir. Antara hutan dan sekitarnya seperti ada batas, tidak jelas tapi terasa nyata jika dirasakan.

Cerita tentang penyihir dan kutukannya itu memang sangat populer dibicarakan dari generasi ke generasi. Tidak ada anak kecil bahkan orang dewasa pun yang berani mendekati hutan apalagi masuk ke dalamnya. Mereka tidak tahu cerita benar atau tidak. Mereka juga tidak tahu pasti di tengah hutan itu terdapat rumah penyihir atau tidak. Mereka hanya tahu tidak akan menentang mitos yang sudah turun-temurun. Apa susahnya tidak mendekat ke hutan, kan? Pikir mereka.

Tapi dari sekian banyak orang, akan selalu ada orang yang membangkang. Entah itu memang hukum alam atau bagaimana, pasti akan ada. Mungkin ini berkaitan dengan hukum alam yang harus selalu seimbang, ada yang menurut dan ada yang memberontak. Dan sifat pemberontak itu muncul kepada si Binur, yang kelakuannya selalu membuat heboh masyarakat desa, mulai dari membuat gaduh saat adzan subuh dengan memukul bedug tak berirama, maunya dia sendiri, sampai membakar kemenyan di depan rumah-rumah warga karena dianggap, rumah-rumah warga ini bau tidak sedap, karena sampah yang berserakan dan malas dibersihkan. Karena Binur masih terhitung anak kecil, tidak ada yang berani untuk membalas secara fisik, palingan juga omelan biasa. Dan itu tidak dianggap serius oleh Binur. Orang-orang mulai mengerti dengan kelakuan si Binur karena menganggap begitulah kelakuan anak yatim piatu yang tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua. Binur adalah anak yang dibuang yang ditemukan oleh seorang kakek tua yang tinggal sendirian. Dengan ikhlas si kakek merawat dan membesarkan sampai pada akhirnya, si kakek meninggal saat Binur masih berusia 6 tahun. Dan saat itu juga, dia tinggal sendirian.

Dan sekarang, Binur berusia 15 tahun. Mandiri dan sangat tekun pergi ke masjid untuk sholat maupun mengaji, tapi memang kelakuannya di luar kebiasaan seumurannya pada umumnya. Apa yang dianggapnya salah, dia akan "memperbaiki" dengan caranya sendiri. Seperti saat dia membuat gaduh bedug masjid desa, Binur menganggap warga desa mulai tidak mau pergi ke masjid saat subuh karena berbagai alasan yang menurut Binur itu hanya kemalasan. Akhirnya sampai puncak keinginannya untuk memperingatkan warga desa agar tidak malas pergi ke masjid saat subuh, Binur langsung membuat gaduh dengan menabuh bedug masjid dengan brutal. Sontak semua warga terganggu dan kebanyakan marah karena dianggap mengganggu tidur mereka. Warga desa Siririti memang kompak kalau masalah emosi-emosian seperti ini, warga berbondong-bondong keluar dari rumah menuju masjid. Pak Ustadz Gofar, imam masjid, yang memang sedang menuju masjid pun terheran-heran dengan kedatangan warga yang sedang marah-marah. Pak Ustadz tidak bisa mendengar apa yang mereka proteskan karena suara bercampur aduk. Binur mulai melihat sosok para warga yang sedang marah menuju masjid. Dia tersenyum dan langsung lari menuju mimbar masjid, meraih mikrofon dan melantunkan adzan dengan lantang dan nyaring.

"Allohuakbar Alloooooohuakbar.."

Pak Ustadz mulai mengerti alurnya dan ini semua ulah si Binur. Warga yang marah-marah langsung diam mendengar suara adzan, agak termenung dan mulai berbalik badan seakan mau pulang padahal masjid sudah di depan mereka. Pak Ustadz menyadari keinginan Binur dan seketika menghampiri warga yang mulai mau pulang.

"Assalamualaikum bapak-bapak. Loh ini sudah di depan masjid kok mau pulang, sudah adzan juga. Ayo-ayo sholat subuh dulu, baru pulang. Sarung banyak di dalam. Ayo pak masuk." Ujar Pak Ustadz Gofar kepada warga.

Warga memang sangat hormat kepada Pak Ustadz Gofar, dan saat beliau berbicara seperti itu, tidak ada yang berani beralasan dan menuruti juga akhirnya.

Itulah salah satu kejadian "pemberontakan" yang dilakukan Binur, bernama lengkap Binurillah. Dan sifatnya itu akhirnya membawa dia penasaran terhadap hutan yang tidak pernah didekati oleh warga. Padahal, pikir Binur, siapa tahu di sana ada sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga. Rasa penasaran Binur dimulai saat para pedagang di pasar tiba-tiba membicarakan tentang "hutan penyihir". Binur juga berjualan ikan hasil tangkapannya dari sungai dan langsung menaruh perhatian penuh kepada cerita tersebut. Petualangan Binur dengan hutan penyihir dimulai..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berantakan

  Lagi-lagi, rumah sangat berantakan di mana-mana. Yaa, aku menyadari ini namanya konsekuensi, atas lepasnya ketergantungan terhadap gawai (...