Binur bukanlah orang yang mudah sekali percaya begitu saja dengan apa yang baru saja dia dengar. Dia membutuhkan bukti-bukti yang bisa menjelaskan apa yang baru saja dia dengar atau ketahui. Yang jelas, dia tidak akan merasa puas sampai semua terjelaskan oleh fakta-fakta yang berkaitan dengan apa yang dia ingin cari tahu. Sampai semuanya didapat, dia tidak akan bisa tidur nyenyak. Begitulah dia.
Saat mendengar cerita tentang "hutan penyihir" di pasar pun, dia tidak langsung percaya begitu saja. Tapi, dia akan menyimak cerita tersebut dari awal sampai akhir. Selama ini yang menarik perhatian Binur adalah hal-hal yang sekiranya membuat resah warga dan dirinya. Dan dia ingin membuktikan bahwa keresahan tersebut tidak penting. Maka dari itu, dia selalu mempunyai cara untuk "menyadarkan" orang-orang yang terserang keresahan ataupun dirinya sendiri yang sedang resah. Tidak peduli apapun nanti reaksi sekitarnya, yang penting dia berbuat sesuatu. Itu yang selalu dipikirkan oleh Binur.
Pak Karni dan Pak Sugeng yang membicarakan tentang hutan penyihir itu memang terkenal suka menggembar-gemborkan sesuatu yang sekiranya masih jadi misteri di sekitarnya. Dengan suara yang agak lantang biasanya mereka bercerita tentang banyak hal. Mereka juga pedagang pasar seperti Binur. Pak Karni jualan tempe tahu dan Pak Sugeng jualan bumbu-bumbu dapur. Lapak mereka pun bersebelahan. Kalau mereka berbincang dengan suara keras, ya pasti artinya mereka hanya ingin perhatian sekitar saja. Dan ulah dua pedagang tersebut sudah sangat terkenal di area pasar. Sekeras apapun mereka berbicara, tidak akan mungkin ada yang menghiraukan karena ceritanya setiap hari sama, itu-itu saja. Kalau ada pembeli yang baru masuk pasar dan baru bertemu duo itu, pasti dikiranya mereka agak terganggu pendengarannya, kemudian pindah ke pedagang lain karena suasana sangat bising kalau mereka sedang beraksi.
Beda halnya dengan Binur. Binur baru berjualan sekitar empat hari di pasar. Atas saran Pak Ustadz Gofar agar Binur tidak kekurangan akan kebutuhan hidup, akhirnya dia berjualan ikan yang dia tangkap di sungai. Hasilnya lumayan untuk membeli kebutuhan pokok. Binur selama ini memang banyak mendapat bantuan dari tetangga-tetangganya masalah kebutuhan pokok, termasuk dari Ustadz Gofar. Tapi suatu hari Ustadz memberikan sebuah cerita budi pekerti kalau tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Meskipun belum di atas, setidaknya berusaha untuk tidak di bawah. Binur mulai meresapi hal tersebut dan melaksanakan saran dari Ustadz Gofar. Setidaknya berusaha dulu.
Selama empat hari berjualan di pasar, Binur memang memperhatikan Pak Karni dan Pak Sugeng. Selain suaranya yang keras, cerita mereka sangat menarik bagi Binur karena memang baru ini dia bertemu duo maut tersebut. Saat melayani pembeli pun Binur masih memperhatikan cerita mereka. Sampai pada akhirnya mereka bercerita tentang hutan penyihir yang Binur belum tahu. Menurut hampir semua orang di pasar, cerita hutan penyihir sudah dianggap basi. Banyak yang menganggap itu hanya akal-akalan orang dulu agar tidak ada orang yang berani masuk ke hutan. Ada yang beranggapan mungkin alasannya agar hutan itu tetap terjaga, agar tetap ada tempat yang asri untuk desa, bahkan ada yang beranggapan di sana terdapat binatang-binatang buas. Cerita hutan penyihir itu dibuat agar mereka terlindungi dari binatang buas dan para binatang tidak terganggu. Kalau sampai mereka terganggu, bisa jadi para binatang itu masuk area desa. Bisa gawat kalau begitu.
Obrolan Pak Karni dan Pak Sugeng sangat menarik untuk Binur, karena ternyata tidak semua orang di desa percaya itu nyata, tapi memang kebanyakan dari mereka percaya hal mistis tersebut. Berbagai macam argumen dari masyarakat tentang hutan penyihir menjadi objek riset pribadi yang menyenangkan buat Binur. Seperti pendapat kalau hutan penyihir hanya akal-akalan orang dulu. Kalau mereka percaya itu, kenapa mereka tidak berusaha membuktikan kalau disana memang tidak ada hal mistis seperti yang sudah diceritakan banyak orang? Pasti kalau ditanya seperti itu akan banyak beralasan. Sebenarnya takut dan hanya mau memotivasi dirinya sendiri agar tidak terlihat takut. Juga lagi, seperti pendapat kalau cerita hutan penyihir itu untuk melindungi harta karun terpendam yang ada di dalam hutan. Itu sangat menarik, tapi tidak cukup menggoda untuk membuat orang menjelajah hutan tersebut. Hanya cerita dari orang yang kurang perhatian saja. Semua argumen-argumen tersebut menarik untuk Binur dan hampir semuanya didapat dari obrolan si duo maut jika sedang beraksi.
Sejak mendapat cerita itu, dengan berbagai versinya yang mengikuti, Binur susah sekali untuk tidur nyenyak. Bahkan saat mencari ikan pun seringkali gagal tangkap karena imajinasi sering dilewati cerita hutan penyihir. Semakin lama rasa penasaran semakin besar dan semakin membuat Binur tidak betah dengan keadaan seperti itu. Sebenarnya cerita yang tidak terlalu penting tetapi entah kenapa terus melekat di benaknya.
Demi menghilangkan kegundahannya, Binur berusaha keras mencari cara bagaimana dia bisa mendapatkan informasi yang benar tentang cerita tersebut. Hanya satu hal terbersit di benak Binur, Pak Ustadz Gofar. Tapi ketika membayangkan sosoknya, Binur mengernyitkan dahi, tidak yakin beliau tahu ini. Kalau tahu pun pasti dianggap tidak penting dan segera ditinggalkan. Pak Ustadz Gofar punya karakter yang sangat bersemangat tentang agama dan menolak hal-hal yang tidak penting untuk didengar, tidak bermanfaat dan menghabiskan waktu percuma menurut beliau. Binur terus berpikir keras, tapi tetap tidak menemukan siapa yang bisa ditanyai mengenai hal ini. Tanya kepada Pak Karni dan Pak Sugeng pun lebih percuma. Obrolan mereka levelnya melebihi obrolan ibu-ibu yang sedang bergosip ria saat belanja di pasar. Semua cuma omongan-omongan yang dibumbui dan diulang-ulang. Semakin keras Binur berpikir, sosok Pak Ustadz lagi yang muncul. Mengernyitkan dahi lagi lah dia. Mencoba lagi dan lagi dan terus mencoba, sampai akhirnya tidak sadar keringat dingin meluncur di dahinya dan nafas sedikit tersengal seperti sehabis jalan terburu-buru. Ah, sepertinya terlalu menyita pikiran dan tenaga untuk hal yang tidak penting, pikir Binur.
Keesokan harinya Binur mengalami hal aneh lagi. Saat sedang dalam perjalanan mengaji, dia bertemu Pak Ustadz Gofar yang memang juga berjalan ke arah yang sama, ke masjid. Binur sudah melupakan pikiran sia-sianya hari lalu. Tapi hal lebih aneh terjadi, melihat wajah Pak Ustadz Gofar setelah menyalami beliau, kenapa terlintas lagi cerita angin tentang hutan penyihir? Binur mengernyitkan dahi tiba-tiba dan Pak Ustadz tahu perubahan ekspresi Binur yang aneh.
"Kenapa, Nur? Tangan Pak Ustadz bau ya?" Pak Ustadz malah bercanda menanggapi perubahan ekspresi Binur.
Binur segera tersadar dengan pertanyaan Pak Ustad, itu karena tiba-tiba dia melamun dan berubah ekspresi mendadak.
"Eh, tidak Pak Ustadz. Tangan Pak Ustadz harum kok bau minyak kasturi, enak. Hehe." Binur menjawab sambil cengengesan dan menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Kalau harum kok ekspresinya seperti habis nyium kotoran sapi gitu, Nur?" Pak Ustadz juga terus menggoda Binur yang salah tingkah.
"Ah bukan Pak Ustadz, pas nyium tangan Pak Ustadz tadi, Binur merasa seperti di dekat para wali Alloh." Jawab Binur sedapatnya.
"Wah, emang bau kasturi ini baunya Wali Alloh ya? Kok kamu tahu sih, Nur?" Pas Ustadz masih saja menggoda Binur. Ekspresinya terlihat heran dan serius, tapi dalam hatinya memang sedang tersenyum melihat keluguan muridnya itu.
Binur yang ditanya seperti itu juga semakin salah tingkah. Penyesalan tentang jawaban ngawur tadi mulai datang. Binur tidak ingin berbicara hal-hal yang dia tidak tahu dan dibuat-buat di depan guru ngajinya itu. Rasa hormatnya lebih besar daripada keinginannya untuk bercanda meskipun Pak Ustadz memang asik untuk diajak bersenda gurau.
"Hehe maaf Pak Ustadz, tadi cuma bercanda." Jawab Binur dengan perasaan sungkan dan sedikit tidak enak.
"Lah tapi kenapa tadi tiba-tiba bengong?" Tanya Pak Ustadz lagi.
Dalam hatinya, Binur sangat ingin bertanya tentang hal yang membuatnya kepikiran akhir-akhir ini. Tapi Binur mengerti karakter Pak Ustadz Gofar, percuma juga kalau tanya pun pasti juga akan dijawab dengan senyumam saja.
"Oh bukan apa-apa, Pak Ustadz. Tidak tahu kenapa tadi tiba-tiba diam gitu." Jawab Binur dengan aman.
Hanya suara "oh" saja yang keluar dari mulut Pak Ustadz dan kemudian tersenyum sambil berjalan semakin mendekati masjid. Masjid masih terlihat sepi. Sepertinya Binur adalah murid pertama yang datang. Hari itu matahari masih terlihat terang menerangi langit, satu jam sebelum waktu sholat maghrib.
Sesampainya di sana, Binur tidak langsung masuk, masih duduk di teras masjid sembari menunggu teman-teman yang lain. Binur masih termenung memikirkan cara untuk menghapus kegundahannya karena penasaran yang berlebihan. Tanpa sadar, Binur sedang diawasi dari kejauhan. Pak Ustadz tersenyum senang melihat kelakuan muridnya itu. Akhirnya, akan ada yang masuk lagi ke dalam hutan itu, ucapnya dalam hati..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar