Pada suatu hari, hiduplah seekor kambing yang suka sekali makan rumput. Biasanya, si kambing makan rumput di daerah padang rumput tanpa pemilik. Si kambing pun dengan santai, setiap harinya, mencari makan di wilayah tersebut.
Tetapi, pada suatu ketika, datang seekor sapi yang tidak jelas asal-usulnya, melarang si kambing untuk makan di padang rumput biasa dia mencari makan.
"Kambing, kamu jangan makan di sini!"
Si kambing kaget, selama bertahun-tahun dia tidak pernah ditegur oleh siapapun.
"Kenapa? Tempat ini tidak ada pemiliknya!" Protes si kambing, masih dengan mengunyah rumput.
"Sekarang pemiliknya adalah aku!" Si sapi dengan sedikit membentak mengaku-ngaku sebagai pemilik padang rumput.
"Hey, bagaimana bisa? Apa buktinya? Padang rumput ini milik bersama! Bagaimana mungkin tiba-tiba ada pemiliknya?" Si kambing membela diri, tidak terima.
"Aku sekarang yang memiliki padang rumput ini. Tanpa bukti apapun, aku akan memiliki lahan ini. Kau, kalau berani macam-macam, akan ku seruduk sampai terpental ke tempat yang jauh!" Si sapi mulai mengancam.
Tapi si kambing tetap terlihat tenang, meskipun protes dan tidak terima. Dengan tenang dia merespon, "tetap saja, padang rumput ini tidak akan menjadi milikmu."
"Kau mau melawan hah? Mau ku seruduk kau sekarang?" Si sapi mulai memasang kuda-kuda untuk menyerang.
"Terserah kau saja, silahkan saja," si kambing dengan santai menerima ancaman si sapi.
"Baiklah kalau itu maumu."
Dengan sangat percaya diri, si sapi mulai bersiap, kemudian lari menyerang. Jarak si sapi dan si kambing hanya sepuluh meter. Setelah berlari pada jarak lima meter, si sapi mulai merasa aneh dengan pijakannya. Basah dan lembek. Apa yang dia pijak? Ternyata kotoran kambing banyak menumpuk! Karena badan si sapi besar dan berat, ketika menginjak kotoran, si sapi kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh. Buuuk!!! Suara hantaman tubuh dan tanah terdengar keras. Si kambing tertawa, santai, hanya melihat.
Si sapi mengaduh kesakitan. Kakinya sepertinya terkilir dan tidak bisa bangkit. Si kambing hanya tersenyum puas melihat apa yang terjadi. Kemudian berjalan pergi menjauh meninggalkan si sapi.
"Kambing! Mau kemana kau? Jangan pergi. Tolong bantu aku."
Si kambing tetap tidak menanggapi, tetap santai berjalan menjauh.
Si sapi berseru lagi, "hey! Kambing! Jangan lari kau!"
Si kambing dengan perasaan gemas, akhirnya menanggapi, "aku tidak lari. Aku jalan. Kenapa kau tidak bisa bangun? Kakimu sakit? Rasakan itu!"
"Kurang ajar! Akan ku kejar kau!" Si sapi berteriak.
"Bisa?" Dengan santainya, si kambing menyindir, penuh dengan ekspresi kemenangan.
Si sapi hanya marah, tidak bisa melakukan apapun kecuali merintih kesakitan.
"Badan saja yang besar! Otak tidak digunakan! Buat apa? Asal kau tahu, otot tanpa otak itu cuma batu tak bernyawa! Sedangkan otak tanpa otot? Itu kayu kecil yang bisa membunuhmu, menusuk matamu, telingamu, hidungmu, bahkan jantungmu! Otot dengan otak? Tergantung bagaimana alam menilai. Kalau kau baik, alam akan mendukung. Kalau kau licik? Alam akan menghukummu," saking kesalnya, si kambing akhirnya berceramah panjang lebar.
Si sapi tetap merintih kesakitan ditinggalkan oleh si kambing.
Apa yang bisa dipetik dari cerita di atas? Tidak ada. Tidak semua cerita harus diambil hikmahnya. Seperti pandemi ini, tidak usah berkelakar siapa yang membuat, tidak usah merasa pintar dan berspekulasi tentang banyak hal, tidak usah banyak bicara tentang kebijakan pemerintah. Intinya, tidak usah banyak omong dan mengeluh. Nikmati saja, alam sedang berjalan sesuai kehendakNya. Kalau kau kesulitan, carilah bantuan tanpa mengeluh. Kalau kau tidak menerima dampaknya, bersyukurlah tanpa harus merasa merendahkan yang terkena dampak. Kalau kehidupanmu lebih tinggi karena pandemi, jangan merasa kau raja di atas banyak orang dan banyak hal. Ingat kau hidup dengan alam. Alam setiap saat mengawasimu. Alam selalu menilai. Kalau sampai alam mengadu buruk pada Sang Pencipta, siap-siap saja menerima akibatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar