Sabtu, 12 September 2020

JING!

 Gubrak!

Aku jatuh dari motor. Temanku yang tadi aku bonceng entah jatuh ke arah mana. Sepertinya terpelanting agak jauh. Bergegas aku bangkit, motor masih di sebelahku dengan mesin masih menyala. Ya Tuhan, punggung tanganku luka tergesek aspal, jelas sekali penampakan entah itu kulit ari atau daging dan ukurannya besar berbentuk oval dengan sedikit ada seperti pasir hitam menghiasi pinggirannya. Perih. Aku meringis saat berusaha bangkit.

Saat aku setengah berdiri, teriakan-teriakan "jangan lari woy" terdengar. Spontan aku menoleh dan ternyata beberapa orang yang entah datang dari mana tampak berlari ke arahku diiringi suara lantang dan emosional. Mana temanku? Aku menemukannya di belakangku, juga berusaha bangkit dan sekilas sepertinya tidak ada luka serius kecuali celananya yang terlihat bolong dimakan aspal.

"Lay, cepat berdiri!" Teriakku.

"Bentar Bay, sakit sekali tanganku ini."

"Cepat, Lay! Tak usah gubris itu perempuan!"

Lay sempat menoleh ke arah perempuan yang berusaha kami rampas tasnya tadi. Tidak mengira kami dilawan. Ditendangnya motor kami dan kena bagian setir. Jelas sekali keseimbanganku oleng, begitupun motornya. Motor kami dan motornya jatuh, kami jatuh ke sebelah kanan dan dia di sebelah kiri. Ternyata tendangannya kuat, membuat Lay terpental sekitar dua meter. Aku tetap di dekat motor karena aku memegang setir. Sudah tidak aku hiraukan lagi nasib perempuan yang kami jahati tadi, entah bagaimana dia jatuhnya dan kondisinya setelah itu.

"Woy, jangan lari woy! Jangan kabur!" Salah satu teriakan yang paling kencang terdengar, suara teriakan yang lain sudah tidak terdengar jelas.

Aku panik, jarak mereka sudah sekitar dua puluh meteran. Lay juga masih berusaha berdiri dengan memegangi tangannya, mengaduh dan susah sekali untuk bangkit. Aduh, bagaimana ini. Bisa-bisa kami tertangkap dan dihajar massa. Padahal tadi saat kami melakukan aksi, jalanan sepi. Ini sudah dini hari. Entah dari mana datang beberapa orang yang berlari berteriak menuju kami.

Jarak kami dan mereka yang meneriaki sudah lima belas meteran. Astaga, apa yang harus aku lakukan. Hitungan detik saja kami tidak bergegas pergi bisa jadi bulan-bulanan amuk massa.

"Lay! Cepat, bodoh!"

"Aku tak bisa berdiri bangsat! Kakiku juga sakit sekali!" Lay membalas emosional. Sepertinya memang sangat sakit dari ekspresi wajahnya menahan.

Sepuluh meter lagi jarak mereka. Teriakan-teriakan mengancam mulai jelas terdengar. Aku juga tidak bisa membantu Lay. Aku juga berusaha berdiri dengan kaki yang juga sakit terbentur aspal serta berusaha menegakkan motor yang jatuh. 

Ah persetan degan Lay. Ini idenya, ide jahatnya. Aku sudah berusaha menolak tapi dia memaksa dan terus mengintervensi untuk melakukan ide jahat ini. Pandai sekali dia melakukan tindakan persuasif sampai akhirnya aku mau. Aku baru kenal dia seminggu yang lalu di warung pinggir jalan. Aku sedang meratapi nasibku, terkena pengurangan karyawan membuatku sangat depresi. Pendapatan perusahan menurun drastis karena pandemi. Aku jadi salah satu korban PHK-nya. Pandemi sialan! Aku sedang kalut-kalutnya, si Lay datang duduk di sampingku berbasa-basi. Ternyata kami dari kota yang sama. Akrablah obrolan kami seketika itu. Dan setelah lima hari perkenalan kami, Lay tahu masalahku dan dia mengajukan "bantuan". Ternyata dia seorang kriminal, penjambret. Dengan pikiranku yang sedang bingung, mudah saja aku dibujuknya.

Pikiran "jahat"ku muncul. "Tinggalkan saja Lay," seperti ada yang berbisik di telinga. "Motor ini punyamu. Dia juga tidak tahu tempat tinggalmu. Dia hanya tahu nomermu. Kabur saja. Setelah ini ganti nomer saja, biar tidak ada yang bisa menghubungimu. Tidak akan ada yang bisa melacakmu. Tenang saja." Ini bisikan semakin cerewet, tapi masuk akal. Aku juga tidak mau dihajar massa. Ini ide jahatnya, bukan punyaku. Aku hanya korban ajakannya.

Aku berhasil menegakkan posisi motor, mesin masih hidup, ada baret besar-besar di hampir semua bagian sebelah kanan. Aku menatap sebentar Lay sambil menaiki motor. Lay balas menatapku, sedikit melotot dan hendak marah. Mungkin dia tahu apa yang akan aku lakukan. Jarak gerombolan massa tadi sudah sekitar lima meter, teriakan mereka jelas membuatku lebih panik. Spontan aku tancap gas dan masih sempat mendengar ekspresi kemarahan Lay, "Woy anjing! Jangan tinggalin aku!". Kemudian teriakannya melebur dengan teriakan gerombolan massa. Aku fokus kedepan dengan tancap gas penuh. Entahlah apa yang terjadi pada Lay setelahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pria Pembawa Petaka

 Hatinya pilu. Ingin menangis tapi dia merasa dia adalah pria tangguh. Buat apa menangis hanya karena wanita? Menangis hanya untuk pria lema...